"Syariat Qurban"
================================
oleh :
oleh :
Al-Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sunusi
-hafizhahullah-
-hafizhahullah-
================================
edisi 14 Dzulqo'dah 1437 H
edisi 14 Dzulqo'dah 1437 H
Berqurban
adalah salah satu ibadah yang disyariatkan dalam Al-Qur`an dan Sunnah
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallamserta tergolong simbol Islam yang
disepakati oleh para ulama akan anjurannya.
Allah ‘Azza
wa Jalla berfirman,
فَصَلِّ
لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka
dirikanlah shalat karena Rabb-mu, dan berqurbanlah.” [Al-Kautsar: 2]
Tatkala
menjelaskan makna ayat di atas, Ibnu Jarîr Ath-Thabary –rahimahullâh- berkata,
“Jadikanlah, (wahai Muhammad), shalatmu seluruhnya ikhlas hanya untuk Rabb-mu
tanpa (siapapun) yang bukan Dia, di antara sekutu-sekutu dan sembahan-sembahan.
Demikian pula sembelihanmu, jadikanlah hanya untuk-Nya, tanpa berhala-berhala,
sebagai kesyukuran kepada-Nya terhadap segala sesuatu yang Allah berikan
kepadamu, berupa kemuliaan dan kebaikan yang tiada bandingannya, dan Dia
mengkhususkan engkau dengannya, yaitu pemberian Al-Kautsar kepadamu.”[1]
Ibnu Katsîr –rahimahullâh- berkata,
“Ibnu
‘Abbâs, ‘Athâ`, Mujâhid, ‘Ikrimah, dan Al-Hasan berkata, ‘Yang diinginkan oleh
hal tersebut adalah menyembelih unta dan (hewan lain) yang semisal dengannya.’
Demikian pula perkataan Qatâdah, Muhammad bin Ka’b Al-Qurazhy, Adh-Dhahhâk,
Ar-Rabî’, ‘Athâ` Al-Khurasâny, Al-Hakam, Ismail bin Abu Khâlid, dan ulama salaf
yang lain. ….”
Lalu,
beliau membawakan beberapa pendapat lain dari penafsiran ayat, kemudian
menyatakan,
“Yang
benar adalah pendapat pertama bahwa yang dimaksud dengan an-nahr‘menyembelih’
adalah sembelihan manasik ….”
Allah -Subhânahû
wa Ta’âlâ- berfirman,
قُلْ
إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. لَا
شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah,
‘Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk
Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya. Demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan saya adalah orang yang pertama-tama berserahdiri
(kepada Allah).’.” [Al-An’âm: 162-163]
Allah -Subhânahû
wa Ta’âlâ- menjelaskan pula bahwa berqurban adalah perkara yang
disyariatkan pada seluruh agama sebagaimana dalam firman-Nya ‘Azza wa
Jalla,
وَلِكُلِّ
أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ
مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا
“Dan
bagi tiap-tiap umat, telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban) supaya mereka
menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah (Allah) rezekikan
kepada mereka. Maka Rabb kalian ialah Rabb yang Maha Esa.
Oleh karena itu, berserahdirilah kalian kepada-Nya.”[Al-Hajj: 34]
Allah ‘Azza
wa Jalla juga menjelaskan bahwa ibadah agung ini adalah salah satu
simbol syariat-Nya sebagaimana dalam firman-Nya,
وَالْبُدْنَ
جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا
اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا
وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ. لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا
وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا
اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ
“Dan
telah Kami jadikan unta-unta itu untuk kalian sebagai bagian dari syiar Allah,
yang kalian memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah oleh kalian
nama Allah ketika kalian menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah
terikat). Kemudian, apabila (unta-unta itu) telah roboh (mati), makanlah
sebagiannya serta beri makanlah orang yang rela dengan sesuatu yang ada padanya
(yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah
menundukkan unta-unta itu untuk kalian, mudah-mudahan kalian bersyukur.
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai
(keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya.
Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kalian supaya kalian mengagungkan
Allah terhadap hidayah-Nya kepada kalian. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang
yang berbuat baik.” [Al-Hajj: 36-37]
Rasulullah -shallallâhu
‘alaihi wa sallam- mensyariatkan ibadah qurban melalui ucapan,
perbuatan, serta penetapan beliau.
Syariat
berdasarkan ucapan beliau tersirat dari sabda beliau -shallallâhu
‘alaihi wa sallam-,
مَنْ
ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَإِنَّمَا ذَبَحَ لِنَفْسِهِ ، وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ
الصَّلاَةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ ، وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapa
yang menyembelih sebelum shalat, sembelihannya hanyalah untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa
yang menyembelih setelah pelaksanaan shalat (‘Id),nusuk-nya (sembelihannya)
telah sempurna dan ia telah mencocoki sunnah kaum muslimin.” [2]
Syariat
berdasarkan perbuatan beliau terurai dari penuturan Anas bin Malik -radhiyallâhu
‘anhu-,
ضَحَّى
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ
أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى
صِفَاحِهِمَا.
“Nabi shallallâhu
‘alaihi wa sallam berqurban dengan dua kambing jantan yangamlah[3]. Beliau menyembelih kedua (kambing) tersebut dengan tangan beliau.
Beliau membaca basmalah dan bertakbir serta meletakkan kaki beliau di atas
badan kedua (kambing) itu.” [4]
Adapun
berdasarkan penetapan (persetujuan) beliau, hal tersebut bisa dipahami dari
hadits Jundub bin Sufyah Al-Bajaly -radhiyallâhu ‘anhu- bahwa
beliau berkata,
“Saya
menyaksikan ‘Idul Adha bersama Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam.
Tatkala menyelesaikan shalat bersama manusia, beliau melihat seekor kambing
yang telah disembelih. Lalu, beliau bersabda,
مَنْ
ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَلْيَذْبَحْ شَاةً مَكَانَهَا وَمَنْ لَمْ يَكُنْ
ذَبَحَ فَلْيَذْبَحْ عَلَى اسْمِ اللَّهِ.
“Barangsiapa
yang menyembelih sebelum pelaksanaan shalat (‘Id), hendaknya ia menyembelih
kambing (lain) sebagai pengganti, dan barangsiapa yang belum menyembelih,
hendaknya dia menyembelih dengan (menyebut) nama Allah.” [5]
Adapun
kesepakatan para ulama tentang syariat berqurban, hal tersebut telah masyhur
dalam buku-buku fiqih.
Wallâhu
A’lam.
Sumber :
[1] Tafsir Ibnu Jarîr 24/696. Dalam Tafsir-nya
8/504, Ibnu Katsîr menganggap bahwa ucapan Ibnu Jarîr di atas sangatlah indah.
[2] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim dari Al-Barâ` bin
Azib radhiyallâhu ‘anhumâ dan Anas bin Malik radhiyallâhu
‘anhu.
[3] Kambing amlah adalah kambing yang
berbulu putih dan hitam, tetapi bulu putihnya lebih mendominasi. Demikian
keterangan Al-Kisâ’iy.
Adapun menurut
Ibnul ‘Araby, itu adalah kambing yang bersih nan putih. Demikian nukilan Ibnu
Qudamah dalam Al-Mughny.
[4] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim.
[5] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry, Muslim, dan An-Nasâ`iy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar