Sepanjang Sejarah Kudeta Mudaratnya
Lebih Besar,
Ambillah Pelajaran…!
oleh :
Al-Ustadz Sofyan Chalid Ruray -hafizhahullah-
Mengambil
pelajaran dari sejarah suatu bangsa dan kisah yang telah berlalu adalah
perintah Allah ta’ala kepada kaum mukminin,
قَدْ
خَلَتْ مِن قَبْلِكُمْ سُنَنٌ فَسِيرُواْ فِي الأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ
عَاقِبَةُ الْمُكَذَّبِينَ
“Telah
lewat sebelum kalian ujian-ujian yang menimpa pengikut para nabi, maka
berjalanlah di muka bumi lalu lihatlah bagaimana akibat yang jelek bagi
orang-orang yang mendustakan.” [Ali Imron: 137]
Sejatinya,
sejarah yang telah berlalu harus memberikan pelajaran besar bagi umat Islam,
bahwa pemberontakan terhadap pemerintah muslim, yang zalim sekali pun, hanyalah
mendatangkan kemudaratan yang lebih besar dibanding manfaatnya.
Namun
sayang, masih banyak orang yang belum mau mengambil pelajaran, mereka
korbankan nyawa-nyawa kaum muslimin hanya demi meraih kekuasaan yang terampas
dari tangan mereka.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
أن
الله تعالى بعث محمدا صلى الله عليه وسلم بصلاح العباد في المعاش والمعاد وأنه أمر
بالصلاح ونهى عن الفساد فإذا كان الفعل فيه صلاح وفساد رجحوا الراجح منهما فإذا
كان صلاحه أكثر من فساده رجحوا فعله وإن كان فساده أكثر من صلاحه رجحوا تركه فإن
الله تعالى بعث رسوله صلى الله عليه وسلم بتحصيل المصالح وتكميلها وتعطيل المفاسد
وتقليلها فإذا تولى خليفة من الخلفاء كيزيد وعبد الملك والمنصور وغيرهم فإما أن
يقال يجب منعه من الولاية وقتاله حتى يولى غيره كما يفعله من يرى السيف فهذا رأى
فاسد فإن مفسدة هذا أعظم من مصلحته وقل من خرج على إمام ذي سلطان إلا كان ما
تولد على فعله من الشر أعظم مما تولد من الخير كالذين خرجوا على يزيد بالمدينة
وكابن الأشعث الذي خرج على عبد الملك بالعراق وكابن المهلب الذي خرج على ابنه
بخراسان وكأبي مسلم صاحب الدعوة الذي خرد عليهم بخراسان أيضا وكالذين خرجوا على
المنصور بالمدينة والبصرة وأمثال هؤلاء وغاية هؤلاء إما أن يغلبوا وإما أن يغلبوا
ثم يزول ملكهم فلا يكون لهم عاقبة فإن عبد الله بن علي وأبا مسلم هما اللذان قتلا
خلقا كثيرا وكلاهما قتله أبو جعفر المنصور وأما أهل الحرة وابن الأشعث وابن المهلب
وغيرهم فهزموا وهزم أصحابهم فلا أقاموا دينا ولا أبقوا دنيا والله تعالى لا يأمر
بأمر لا يحصل به صلاح الدين ولا صلاح الدنيا وإن كان فاعل ذلك من أولياء الله
المتقين ومن أهل الجنة
“Bahwa
Allah ta’ala mengutus Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam demi
kemaslahatan para hamba di kehidupan dunia dan akhirat, dan bahwa beliau
memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari kerusakan, maka apabila dalam
satu perbuatan terdapat kebaikan dan kerusakan, hendaklah kaum muslimin
mengambil mana yang paling kuat dari keduanya; jika kebaikannya lebih banyak
dari kerusakannya, hendaklah mereka melakukannya. Namun apabila kerusakannya
lebih banyak dari kebaikannya, hendaklah mereka meninggalkannya, karena
sesungguhnya Allah ta’ala mengutus Rasul-Nya shallallahu’alaihi wa sallam untuk
menghasilkan kemaslahatan dan menyempurnakannya, serta menghilangkan
kemudaratan dan menguranginya.
Maka,
jika yang berkuasa dari kalangan khalifah (yang tidak lebih pantas) seperti
Yazid, Abdul Malik, Al-Manshur dan selain mereka; bisa jadi dikatakan bahwa
wajib mencopotnya dan memeranginya sampai ia lengser dan digantikan oleh yang
lainnya, sebagaimana yang dilakukan oleh mereka yang berpendapat bolehnya
pemberontakan, maka ini adalah pendapat yang rusak, karena sungguh kerusakannya
lebih besar dari kemaslahatannya.
Dan
pada umumnya, tidaklah mereka memberontak kepada penguasa kecuali timbul
kejelekan yang lebih besar dibanding kebaikan, seperti mereka yang memberontak
kepada Yazid di Madinah, pemberontakan Ibnul Asy’ats terhadap Abdul Malik di
Iraq, pemberontakan Ibnul Mulhab terhadap anaknya Abdul Malik di Khurasan,
pemberontakan Abu Muslim yang menyerukan pemberontakan terhadap penguasa di
Khurasan, juga pemberontakan terhadap Al-Manshur di Madinah dan Bashroh dan
yang semisalnya, pada akhirnya dua kemungkinan, mereka dikalahkan atau mereka
menang lalu berakhirlah kekuasaan pemerintah sebelumnya, namun yang terjadi
adalah tidak ada hasil yang baik bagi para pemberontak tersebut.
Abdullah
bin Ali dan Abu Muslim yang melakukan pemberontakan dengan membunuh banyak
orang akhirnya keduanya dibunuh oleh Abu Ja’far Al-Manshur, adapun penduduk
Al-Harah, Ibnul Asy’ats, Ibnul Mulhab dan selain mereka akhirnya menderita
kekalahan, demikian pula pasukan-pasukannya, sehingga mereka tidaklah
menegakkan agama dan tidak pula menyisakan dunia, padahal Allah ta’ala tidak
memerintahkan suatu perkara yang tidak menghasilkan kebaikan bagi agama ataupun
dunia, meskipun yang memberontak itu dari kalangan wali Allah yang bertakwa dan
termasuk penduduk surga (perbuatan mereka tidak dapat dibenarkan).” [Minhaajus Sunnah, 4/313-315]