Sabtu, 22 Oktober 2016

Peran Nyata Kaum Agamawan, Ulama dan Santri dalam Merintis Kemerdekaan dan Melawan Kaum Penjajah Misionaris Belanda


Peran Nyata Kaum Agamawan, Ulama dan Santri dalam Merintis Kemerdekaan dan Melawan Kaum Penjajah Misionaris Belanda
===================================

Kemerdekaan Indonesia yang kini telah memasuki tahun ke-71 diraih melalui perjuangan panjang. Para Kiyai, bersama santri dan umat Islam sejak awal telah berjuang menentang kolonialisme, jauh sebelum kehadiran para mahasiswa yang pulang dari Eropa.

Sebagaimana disampaikan sejarawan Universitas Indonesia, Dr. Tiar Anwar Bachtiar, kemerdekaan Indonesia adalah rangkaian sejarah panjang dalam menghadapi kolonialisme. Yang dihadapi bangsa Indonesia kala masa kolonialisme Belanda, bukan hanya pasukan penjajah tetapi juga birokrasi kolonial. Mereka itu adalah bangsawan, raja-raja yang menjadi pendukung Belanda setelah kalah perang.

“Jadi siapa yang melawan, hampir dipastikan yang melawan bukan kelompok bangsawan atau orang-orang yang menjadi birokrasi kolonial. Karena mereka pegawainya Belanda,” kata Tiar kepada Kiblat.net, Ahad (14/08) di Jakarta.


“Sejarah mencatat yang melakukan perlawanan adalah di luar kelompok itu, di luar kelompok itu berarti kelompok masyarakat. Masyarakat ini harus ada pemimpinnya, tapi pemimpinnya sudah ikut Belanda. Jadi yang memimpin masyarakat secara informal untuk melawan Belanda adalah pemimpin masyarakat juga, nah pemimpin masyarakat yang menggerakkan melawan kolonial adalah kyai,” terangnya.

Belanda mulai menguasai Indonesia sejak abad 19. Keberadaan penguasa kafir di Indonesia kala itu mendorong para ulama menyerukan untuk jihad. “Pangeran Diponegoro misalnya, meskipun dia pangeran tapi dia melawan bersama masyarakat, kyai,” ujarnya.

Perjuangan para kiyai bersama Pangeran Diponegoro itu terbukti dengan dijadikannya Sentot Alibasya sebagai penasihat, dan Kyai Mojo menjadi pemimpin spiritual dan militernya. Para santri juga terlibat dalam perjuangan kala itu.

Hal serupa juga terjadi di banyak daerah di Nusantara. Pertempuran Bajarmasin, Cilegon, Garut, Bakuserangin, dan Cirebon, semuanya melibatkan para kiyai beserta santrinya. Pada saat itu, yang memiliki kesadaran untuk melawan adalah kelompok Islam. Pasalnya, kaum birokrat sudah terkena pengaruh Belanda.

“Kalau kita mengabaikan fakta ini, kita mengabaikan bahwa yang mempertahankan kedaulatan adalah umat islam, kyai dan santrinya,” imbuh Tiar.

Doktor sejarah lulusan Universitas Indonesia itu menambahkan bahwa kelompok non santri baru muncul melawan Belanda pada abad 20, yang kebanyakan berasal dari bkalangan birokrasi bangsawan. Hal itu terjadi ketika mereka baru menyelesaikan kuliah di Amerika maupun Eropa. Ketika mereka pulang, mereka membuat gerakan-gerakan seperti Perhimpunan Indonesia, Indische Partij (Partai Hindia), Indonesia Study Club, sampai muncul Sumpah Pemuda.

“Tapi itu abad 20, nah kelompok Islam, kyai dan santri itu sudah berabad-abad sebelumnya. Dan gerakan islam itu sudah muncul sejak lama. Misalnya 1905, sebelum kedatangan pelajar-pelajar dari luar, yang mempertahankan ekonomi itu Haji Samanhudi, dia mendirikan SDI (Sarekat Dagang Islam),” ungkap Tiar.

Keberadaan SDI berfungsi mempertahankan ketahanan ekonomi msyarakat. Tak lama kemudian muncul HOS Tjokroaminoto dengan Sarekat Islam, hingga berdirinya Muhamadiyah dan Nahdlatul Ulama. Gerakan-gerakan Islam tersebut melakukan perjuangan secara berkesinambungan, dari melakuakan perlawanan militer hingga perjuangan di jalur lain.

“Kalau yang tiba-tiba muncul seperti Budi Utomo, itu mereka tidak pernah punya sejarah perlawanan militer. Tapi kalau ummat Islam itu melakukan perlawanan militernya didahulukan baru kemudian berjuang dengan organisaasi dan sebagainya,” ungkap Tiar.

Sejarah umat Islam dalam perjuangan mempertahankan kedaulatan bangsa tidak pernah diceritakan. Jadi, menurut Tiar, seolah-olah kemerdekaan Indonesia itu milik orang sekuler. “Jadi ibaratnya orang sekuler itu ada lomba lari, dia menunggu di akhir, menunggu finish. Akhirnya kemerdekaan Indonesia dimenangkan oleh kelompok-kelompok sekuler,” pungkasnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar